Monday, July 22, 2013

Menelusuri Keberadaan Kerajaan Aru (3)

Pasukan Langkat : perlawanan terhadap Penjajah Belanda
juga dilakukan oleh Kesultanan Langkat Walaupun sebenarnya
ada perpecahan di dalam keluarga kesultanan.
Perjuangan Melawan Penjajah Belanda

Sementara itu Kerajaan Siak Sri Inderapura membuat gerakan untuk menjamin kesetian Kerajaan Langkat, yakni dengan mengambil anak Tuah Hitam, Nobatsyah, dan anak Indra Bongsu, Raja Ahmad. Keduanya dibawa ke Kerajaan Siak Sri Inderapura untuk diindoktrinasi dan dikawinkan dengan putri-putri siak. Nobatsyah kawin dengan Tengku Fatimah dan Raja Ahmad kawint dengan Tengku Kanah.

Setelah itu, keduanya dipulangkan kembali dan menjadi raja ganda di Kerajaan Langkat. Nobatsyah diberi gelar Raja Bendahara  Jepura Bilad Jentera Malai dan Raja Ahmad bergelar Kejuruan Muda Wallah Jepura Bilad Langkat. 
Seperti sudah diperkirakan, kepemimpinan ganda Nobatsyah dan Ahmad menuai pertikaian. Sengketa kekuasaan berujung pada tewasnya Nobatsyah ditangan Raja Ahmad. Selanjutnya, Raja Ahmad menjadi Raja Kerajaan Langkat antara 1824-1870. Dizaman Raja Ahamad, Pusat Kerajaan Langkat dipindahkan ke Gebang, yakni disekitar Air Tawar. Pada 1870, Raja Ahmad tewas karena diracun. Dan anaknya, Tengku Musa atau Tengku Ngah, naik menjadi raja. Dimasa Tengku Musa inilah Kerajaan Langkat banyak mendapat tekanan, baik dari Aceh maupun dari negeri-negeri yang berada di dalam Kerajaan Langkat sendiri. 
Pada pertengahan abad 19, Kerajaan Aceh menggalang kekuatan dari negara-negara di Sumatra Timur untuk menghadang laju gerakan Belanda bersama pembesar-pembesar Siak. Dimasa ini, negara-negara di Sumatra Timur, seperti Kerajaan Deli, Kerajaan Serdang (yang merupakan pecahan dari Kerajaan Deli) dan Kerajaan Asahan menyambut baik ajakan Kerajaan Aceh untuk memerangi Belanda. Bahkan ada yang mengibarkan Bendera Inggris sebagai simbol perlawanan.
Akan tetapi, hanya Kerajaan Langkatlah yang menolak seruan perang sabil itu, meski Kejuruan Bahorok mengobarkan api pada rakyat untuk berperang dengan Belanda. Bahkan Sultan Musa meminta bantuan Belanda-Siak untuk menghantam Kejuruan Stabat kerena bekerja sama dengan Kerajaan Aceh. 
Saat Kerajaan Langkat Kontroversi, Kejuruan Besitang tetap menampilkan kesetiaannya. Dalam catatan Zainal Arifin, ketika Tengku Musa banyak mendapat serangan, termasuk dari Raja Stabat, Bahorok, dan Bingai, Besitang tetap menjadi perisai bagi Kerajaan Langkat. Meski demikian, ada juga sejumlah petinggi Besitang yang mengorganisasikan rakyat untuk menentang Belanda, walau kemudian diredam.
Tengku Musa atau Sultan Musa memiliki tiga orang anak, yakni Tengku Sulong yang menjabat Pangeran Langkat Hulu, Tengku Hamzah yang menjabat Pangeran Langkat Hilir dan Tengku Abdul Aziz. Dalam tradisi kerajaan, anak tertua adalah pewaris tahta. Namun Tengku Musa tidak melakukan itu.
Pada 1896, ia memberikan tahtanya pada si Bungsu, Tengku Abdul Aziz, meski belum dilantik karena alasan usia yang terlalu muda. Penyebab tindakan Sultan Musa tak lain karena ia terikat janji dengan istrinya, Tengku Maslurah, yang merupakan Permaisuru Raja Bingai.
Perkawinan Musa dan Maslurah memang perkawinan politik. Setelah Langkat menggepur Bingai, maka sang Permaisuri diambil oleh sang pemenang, sebagaimana yang terjadi pada zaman raja-raja. Akan tetapi, Maslurah tetap meminta syarat, yakni anak dari perkawinannya dengan Sultan Musa kelak haruslah menjadi Raja Langkat.
Tindakan Sultan Musa melahirkan protes dari anak-anaknya yang lain, terutama Tengku Hamzah. Sempat terjadi upaya kup, namun tak berhasil. Tengku Hamzah lalu memisahkan diri dari Kerajaan Langkat, Darul Aman, dan membangun istananya sendiri di Kota Pati. Kareana posisinya yang berada di tanjung atau persimpangan, maka Tengku Hamzah juga dikenal sebagai Pangeran Tanjung. Dan tak jauh dari Istana, ada sebuah pura atau pintu gerbang tempat para anak raja mandi di sungai. Alahasil, nama kawasan itu disebut Tanjung Pura.
Tengku Hamzah kemudian memiliki seorang putra bernama Tengku Adil. Tengku Adil dikenal pemberani dan sangat membenci belanda. Beberapa kali ia terlibat perkelahian dengan orang-orang dari Eropa itu. Dan dari Pangeran Adil lah lahir seorang anak bernama Tengku Amir Hamzah, seorang penyair besar yang kelak turut menggelorakan gerakan anti kolonialisme melalui gagasan indonesia.
Pada 1986, Tengku Abdul Aziz pun dilantik menjadi Sultan Langkat. Sebelum dilantik ditemukan pula sumber minyak di Telaga Said Securai pada 1869. minyak ini lantas dieksplorasi pada 1883 melalui kerja sama dengan Maskapai Perminyakan Belanda ketika itu, yang juga menjadi embrio munculnya Pertamina kelak, yakni De Koninklijke (De Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exloitatie van Petroleum bronnen in Nederlandsche-Indie). Minyak di Pangkalan Berandan ini, yang ditambah dengan perkebunan, kian menambah Langkat sebagai Negar paling kaya di Sumatra Timur.

<< Kembali / Selanjutnya >>

0 comments:

Post a Comment